The Productivity Project: Mulai dengan Kenapa
Sebelum memulai The Productivity Project, saya perlu mengggali alasan kenapa saya ingin jadi produktif.
Sebelumnya, kita sudah memahami definisi produktif menurut Chris Bailey. Sekarang saatnya mulai masuk ke inti buku The Productivity Project.
Inti buku ini terdiri atas delapan bagian dan 26 bab. Di setiap bab biasanya akan ada tugas yang diberikan Chris untuk membuat kita makin paham tentang bagaimana caranya menjadi lebih produktif. Saya akan membahas satu persatu babnya dan berbagi tentang bagaimana saya mengerjakan tugas-tugas yang ada di tiap bab.
Dimulai dengan bagian pertama, Laying the Groundwork, bab pertama, Where to Start.
Pengalaman Chris Bailey Bangun Shubuh
Bab dibuka dengan Chris bercerita bagaimana dia berusaha bangun pagi, tepatnya pukul 05.30 pagi. Chris ini sepertinya night owl alias lebih suka melakukan aktivitasnya sampai larut malam. Kebiasaan bangun pagi jadi tantangan buat dia. Singkat cerita si Chris berusaha keras dan akhirnya bisa bangun pagi. Kebiasaan bangun pagi dia lanjutkan sampai beberapa bulan. Tapi, dia ternyata benci bangun pagi.
Justru dengan bangun pagi, Chris merasa lebih tidak produktif. Usahanya untuk bangun pagi justru bertentangan dengan tujuan yang ingin dia capai: menjadi lebih produktif. Akhirnya Chris pun meninggalkan kebiasaan bangun paginya.
Kemudian Chris mulai mengumpamakan bangun pagi dengan berusaha menjadi lebih produktif. Keduanya sama-sama berat. Kecuali kamu punya alasan yang kuat.
Perhaps the biggest lesson I learned from this experiment was just how important it is to deeply care about your productivity goals, about why you want to become more productive.
Chris merasa kesulitan bangun pagi karena dia belum memikirkan matang-matang apa alasan sebenarnya dia ingin bangun pagi. Selain karena dia merasa itulah gambaran ideal orang yang produktif: bangun pagi untuk melakukan hal lebih banyak.
Di akhir bab, ternyata ada PR yang diberi Chris. Tujuannya agar pembaca memikirkan, apa sebenarnya yang ingin dicapai dengan menjadi lebih produktif.
Berikut pertanyaan-pertanyaannya:
- “As a result of implementing the tactics in this book, you have two more hours of leisure time every day. How will you use that time? What new things will you take on? What will you spend more time on?”
- “When you picked up this book, what productivity goals, or new habits, routines, or rituals did you have in mind that you wanted to take on?”
- “Go deep. Ask yourself: What deep-rooted values are associated with your productivity goals? Why do you want to become more productive?”
Baiklah, karena Chris sudah bertanya, saya coba jawab satu-satu.
Apa yang Ingin Kamu Lakukan jika Punya Waktu Luang Tambahan?
Pertanyaan pertama:
Ada beberapa kegiatan yang terpikir saat ini. Pertama, terkait kebutuhan spiritual. Kalau saya ada waktu tambahan, mungkin pertama-tama akan saya prioritaskan untuk ibadah. Walau saya menulis ini dengan agak malu karena kesannya sok suci atau sok alim. Tapi mau bagaimana lagi, ini lah konsekuensi jadi orang beriman, mau tidak mau harus memprioritaskan kehidupan akhirnya.
Kegiatan berikutnya yang terpikir adalah menghabiskan waktu lebih untuk anak dan istri. Setiap akhir pekan memang kami selalu menghabiskan waktu bersama. Tapi misal ada waktu tambahan tiap hari, saya ingin lebih rutin bercengkerama dengan keluarga. Untuk istri, dengan lebih banyak membantu pekerjaan rumah dan lebih banyak mendengarkan ceritanya. Untuk anak, saya ingin lebih lama menemaninya mengerjakan tugas, mengaji, dan mengulang-ulang hafalan Qurannya.
Terakhir yang terpikir adalah waktu untuk belajar hal-hal baru. Dari dulu saya ingin belajar bahasa pemrograman. Saya sudah punya video course lengkap untuk belajar pengembangan web. Tapi masalahnya saya tidak punya waktu untuk belajar, hiks.
Apa Rutinitas Baru jika Kamu Jadi Produktif?
Kita lanjut ke pertanyaan kedua dari Chris:
Sekilas sepertinya ini agak mirip dengan pertanyaan sebelumnya ya, hehe.
Apa yang saya tulis di pertanyaan sebelumnya tentang hal-hal baru yang ingin saya lakukan di tambahan waktu saya, sepertinya pas untuk pertanyaan ini. Tapi setelah saya pikir-pikir lagi, mungkin ini berhubungan dengan pengalaman Chris ketika dia berusaha keras untuk bisa bangun pagi setiap hari. Mungkin kebiasaan/rutinitas/ritual yang ada di pikiran Chris ketika ingin menjadi lebih produktif adalah itu tadi: bangun pagi-pagi dan mengerjakan banyak hal yang produktif ketika orang lain mungkin masih terlelap.
Nah, untuk saya sendiri, kira-kira apa ya? Syukurnya untuk kebiasaan bangun pagi saya tidak ada masalah.
Mungkin selama ini kebiasaan saya yang kurang produktif adalah... browsing atau scrolling hape tanpa sadar waktu. Ini mungkin terjadi di kamu juga. Seringkali ketika sudah bangun pagi dan ingin melakukan hal-hal yang produktif, saya malah terpaku pada layar handphone.
Ada saja situs-situs yang rutin saya buka secara bergantian. Dan waktu untuk mengecek kabar terbaru dari situs-situs itu tanpa sadar bisa memakan waktu berjam-jam. Anehnya meskipun saya sadar kalau browsing tanpa tujuan itu kurang produktif, rasanya agak sulit untuk tiba-tiba berhenti dan langsung beralih ke aktivitas lain. Saya seperti terhipnotis.
Jadi, sepertinya rutinitas produktif yang menurut saya akan jadi tantangan adalah berhenti menghabiskan waktu untuk browsing situs-situs berita.
Kenapa Kamu Ingin jadi Produktif?
Pertanyaan kedua beres, lanjut ke pertanyaan terakhir:
Hmmm, apa ya. Kira-kira nilai-nilai apa yang menjadi motivasi saya untuk jadi lebih produktif.
Coba saya uraikan dulu sambil mengetik tidak jelas apa yang ada di pikiran saya. Saya sangat benci dengan kerja dengan panik dan terburu-buru. Kenapa? Karena dalam keadaan-keadaan itu saya mudah stress. Tanda-tanda saya stress biasanya terlihat di pencernaan. Entah saya jadi tidak selera makan atau gejala GERD saya muncul. Bisa jadi keduanya. Makanya produktif yang ideal menurut saya adalah bekerja yang seimbang. Ada waktu untuk bekerja keras, tapi waktu istirahat dan hiburan jangan sampai terlupakan.
Ada lagi dampak yang tidak saya suka dari pekerjaan yang berlebihan: waktu untuk ibadah dan keluarga jadi berkurang. Saya sudah pernah merasakan ini dan rasanya tidak mau lagi seperti itu. Dalam situasi kerja yang overload, interaksi dengan keluarga rasanya jadi hambar dan sekadarnya. Ibadah pun jadi tidak tenang, selalu terbayang-bayang pekerjaan-pekerjaan yang sudah menumpuk. Sesak rasanya. Saya sampai sempat berpikir: betapa ruginya hidup tapi terkungkung dengan pekerjaan.
Jadi, kalau bisa disimpulkan mungkin nilai yang menjadi motivasi saya untuk produktif adalah kebebasan. Kebebasan yang dimaksud adalah keleluasaan saya dalam menentukan arah hidup. Saya ingin bisa menentukan untuk fokus bekerja, beribadah, dan berkumpul dengan keluarga. Dengan menjadi lebih produktif, saya berharap saya bisa mendapat waktu bebas yang lebih.
Satu latihan dari buku TPP1 sudah terlewati. Saya sudah mencoba menggali alasan kenapa saya ingin jadi produktif. Kalau mau diringkas ya karena saya ingin bebas. Bebas dari apa? Bebas dari hal-hal yang tidak penting.
- Singkatan dari The Productivity Project. ↩︎