The Productivity Project: Definisi Produktivitas

Kita samakan persepsi dulu tentang karakteristik orang yang produktif.

The Productivity Project: Definisi Produktivitas
"The journey of a thousand blog posts begins with one post". Foto: Sesaat sebelum menyeberang fery di Seram Bagian Barat, Maluku. Koleksi pribadi.

Hari ini saya akan memulai The Productivity Project. Saya merasa excited dan agak bingung, dan mungkin juga agak khawatir.

Excited karena ini pertama kali saya akan berbagi tentang produktivitas.

Saya merasa bingung karena alasan yang sama: ini pertama kali saya akan berbagi, jadi sepertinya bakal banyak penyesuaian. Entah dalam format postingan blog, frekuensi posting, dan alur kerja dalam menulis.

Di satu sisi, saya merasa khawatir. Bagaimana kalau saya tidak bisa konsisten? Bagaimana kalau tiba-tiba ada kesibukan lain yang membuat saya berhenti menulis tentang proyek ini? Dan berbagai kekhawatiran-kekhawatiran lain.

Apa Sih yang Dimaksud dengan Produktivitas?

Biar tidak bingung dan khawatir, mungkin saya bahas dulu konsep penting yang ada di buku The Productivity Project ini.

Ya, saya akan mulai dengan membahas konsep produktivitas menurut Chris Bailey. Chris berpendapat bahwa produktivitas itu dapat dilihat dari tiga aspek: waktu, perhatian, dan energi.

Menurut Chris, orang yang produktif adalah orang yang bisa:

  • menggunakan waktunya dengan baik,
  • fokus ketika beraktivitas,
  • beraktivitas dengan energik.
person using laptop on white wooden table
Kenapa stockphoto untuk orang yang produktif identik dengan: laptop (biasanya MacBook), pulpen, kertas, dan secangkir kopi? Photo by Tyler Franta / Unsplash

Kalau pengertian tadi dibalik mungkin jadi seperti ini. Orang yang tidak produktif adalah orang yang:

  • menyia-nyiakan waktunya,
  • sering terdistraksi atau tidak fokus,
  • merasa kelelahan dengan aktivitasnya.

Pengalaman Saya Menjadi Orang yang Tidak Produktif

Kalau dipikir-pikir, Chris ada benarnya.

Saya pernah merasakan hari-hari yang menurut saya kurang produktif di awal-awal saya bekerja. Waktu saya habis untuk hal-hal yang tidak penting: browsing sosmed, sibuk memantau grup chat, dan buka situs berita tanpa arah tujuan yang jelas.

Karena sering melakukan hal-hal tidak berfaedah tadi, saya jadi gampang terdistraksi. Perhatian saya rasanya tidak bisa lama-lama terfokus ke satu hal. Ketika sedang mencoba fokus mengonsep laporan, seringkali tangan saya refleks membuka aplikasi sosmed, situs berita, dan grup chat setiap beberapa menit sekali.

Parahnya lagi, saya sering kali merasa kantuk yang luar biasa. Kalau ada orang yang berbicara cukup panjang, entah dalam rapat, atau bahkan dalam kelas diklat, bisa dipastikan saya akan mengangguk-angguk karena tertidur.

Koala bear clinging on tree branch
Saya, ketika ikut rapat yang membosankan. Photo by David Clode / Unsplash

Waktu itu saya memang merasa tidak bekerja dengan baik. Secara fisik saya memang datang ke kantor dan bekerja, tapi rasanya kualitas pekerjaan saya belum optimal.

Waktu penyelesaian pekerjaan saya biasanya mendekati tenggat waktu atau bahkan lewat. Kualitas Pekerjaan yang saya lakukan pun rasanya hanya medioker. Tidak jelek-jelek amat, tapi juga rasanya tidak maksimal.


Oke. Cukup tentang pengalaman saya. Awal buku Chris sepertinya cukup menjanjikan. Konsep produktivitasnya bisa saya kaitkan (atau istilah Jakselnya: relatable) dengan apa yang saya alami.

Ayo kita gali lebih dalam bagaimana isi bab-bab berikutnya.